Selamat Datang Kawan !!!!!! Inspirasi Tanpa Batas : KISI UJI KOMPETENSI AWAL SERGU

Sabtu, 11 Februari 2012

KISI UJI KOMPETENSI AWAL SERGU

KISI KISI MAPEL SMP BISA DI UNDUH DISINI:
IPA SMP
IPS SMP
BAHASA INDONESIA
BAHASA INGGRIS
MATEMATIKA
PKN
PENJASORKES
TIK
SENI BUDAYA

Peserta PLPG Mengumpulkan Berkas

Peserta yang memilih pola PLPG secara langsung harus menyerahkan berkas sebagai berikut.

  1. Format A1 yang telah ditandatangani oleh LPMP.
  2. Fotokopi Ijazah S-1 atau D-IV, serta Ijazah S-2 dan atau S-3 (bagi yang memiliki) dan disahkan oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan,
  3. Fotokopi SK pangkat/golongan terakhir yang telah dilegalisasi oleh atasan langsung (bagi PNS)
  4. Fotokopi SK pengangkatan sebagai guru sejak pertama menjadi guru sampai dengan SK terakhir yang disahkan oleh pejabat terkait,
  5. Fotokopi SK mengajar dari Kepala Sekolah yang disahkan oleh atasan, dan
  6. Pasfoto terbaru berwarna (enam bulan terakhir dan bukan polaroid) ukuran 3x4 cm sebanyak 4 lembar, di bagian belakang setiap pasfoto ditulis identitas peserta (nama, nomor peserta, dan satminkal).

Prinsip Pembelajaran yang Mendidik

Tujuan utama pembelajaran adalah mendidik peserta didik agar tumbuh kembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Di dalam Undang-Undana Nomor 20 Tahun 2003 (UU No.20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan di dalam Pasal 1 ayat 1 bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem-bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Berdasarkan bunyi pasal 1 ayat 1 UU No. 20/2003 tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembelajaran yg diarahkan ke perkembangan peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, angsa dan negara. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut hendaknya dilakukan secara sadar dan terencana, terutama dalam hal mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri yang dimilikinya.

Peserta didik hendaknya menjadi pusat pembelajaran, karena yang melakukan kegiatan belajar adalah peserta didik, bukan guru. Hal esensial yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran berkenaan dengan pengertian belajar, khususnya tentang perubahan tingkah laku dan pemodifikasian tingkah laku yang baru. Perlu diketahui, menurut Teori Belajar Behaviorisme, tingkah laku baru merupakan hasil pomodifikasian tingkah laku lama, sehingga tingkah laku lama berubah menjadi tingkah laku yang lebih baik. Perubahan tingkah laku di sini bukanlah perubahan tingkah laku yang terbatas melainkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang telah dimiliki oleh seseorang. Hal itu berarti perubahan. Tujuan utama pembelajaran adalah mendidik peserta didik agar tumbuh kembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pencapaian tujuan pendidikan hendaknya dilakukan secara sadar dan terencana tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif, dan tingkah laku psikomotor.

Pada prinsipnya, dalam pembelajaran yang mendidik hendaknya berlangsung sebagai proses atau usaha yang dilakukan peserta didik untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri individu banyak ragamnya baik sifatnya maupun jenisnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar. Hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran yang mendidik berupa perubahan tingkah laku yang disadari, kontinu, fungsional, positif, tetap, bertujuan, dan komprehensif.

Rancangan penerapan pembelajaran yang mendidik yang disusun sesuai dengan prinsip dan langkah perencanaan pembelajaran yang tepat hendaknya dapat menghasilkan perubahan dalam diri peserta didik. Beberapa ciri perubahan dalam diri peserta didik yang perlu diperhati- kan guru antara lain:
a. Perubahan tingkah laku harus disadari peserta didik.
Setiap individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan tingkah laku atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis
c. Perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat positif dan aktif.
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju pada pemerolehan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
d. Perubahan tingkah laku dalam belajar tidak bersifat sementara.
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja,tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan tingkah laku dalam belajar bertujuan.
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
f. Perubahan tingkah laku mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika individu belajar sesuatu, sebagai hasilnya mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Jadi aspek perubahan tingkah laku berhubungan erat dengan aspek lainnya.

Pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan sebagai tujuan pembelajaran yang mendidik. Pada umumnya belajar seringkali diartikan sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengeta- huan. Pengetahuan mutakhir proses belajar diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neuro- fisiologi, neuropsikologi dan sain kognitif. Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford (1992) menyebut belajar sebagai kegiatan pemrosesan informasi, membuat penalaran, mengembangkan pemahaman dan meningkatkan penguasaan keterampilan dalam proses pem- belajaran. Pembelajaran, diartikan sebagai upaya membuat individu belajar, yang dirumuskan Robert W. Gagne (1977) sebagai pengaturan peristiwa yang ada di luar diri seseorang peserta didik, dan dirancang serta dimanfaatkan untuk memudahkan proses belajar. Pengaturan situasi pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran biasanya disebut management of learning and conditions of learning.

Sumber:http://ekoguru.blogspot.com/2009/05/prinsip-pembelajaran-yang-mendidik.html

PRINSIP-PRINSIP DAN PROSEDUR PENILAIAN TES HASIL BELAJAR


Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan PP. nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bahwa peilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1.Penilaian hasil belajar oleh pendidik
2.Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik
3.Penilaian hasil belajar oleh pemerintah

Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada sementara satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah, pengamatan dan produk.

Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester dua pen ilaian kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti PR, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.

B. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar


1. Tujuan Penilaian Hasil Belajar
a.Tujuan umum:
1).Menilai pencapaian kompetensi peserta didik
2).Memperbaiki proses pembelajaran
3).Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa
b.Tujuan khusus:
1).Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa
2).Mendiagnosa kesulitan belajar
3).Memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar
4).Penentuan kenaikan kelas
5).Memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

2.Fungsi Penilaian Hasil Belajar


1).Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas
2).Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar
3).Meningkatkan motivasi belajar siswa
4).Evaluasi diri terhadap kinerja siswa

C. Rumusan Masalah

1.Apakah penskoran dan penilaian itu?
2.Bagaimanakah prinsip-prinsip penilaian?
3.Bagaimanakah acuan penilain itu?
4.Bagaimanakah prosedur pemberian nilai?
D. Tujuan
1.Untuk mengetahui tentang penskoran dan penilaian
2.Untuk mengetahui prinsip-prinsip penilaian
3.Untuk mengetahui tentang acuan penilaian
4.Untuk mengetahui prosedur pemberian nilai
E.Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah agar dapat memberikan konstribusi berupa pemahaman mengenai prinsip-prinsip dan prosedur penilaian tes hasil belajar kepada mahasiswa UMPAR khususnya mahasiswa akta IV.


A. Penskoran dan Penilaian (Scoring and Grading)


Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa atau mahasiswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka (mengadakan kuantifikasi).
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100 atau 0-4 dan ada pula yang dengan huruf A, B, C, D dan E.

Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol). Total skor yang diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot kepada setiap soal menurut tingkat kesulitannya atau banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya untuk soal nomor 1 diberi skor maksimum 4, untuk soal nomor 3 diberi skor maksimum 6, untuk soal nomor 5 skor maksimum 10, dan seterusnya.
Di lembaga-lembaga pendidikan kita masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan. Setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay, proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain, pekerjaan siswa dan mahasiswa langsung diberi nilai, jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan terjadinya halo effect yang berarti dalam penilaiannya itu diikut sertakan pula unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidak rapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang objektif. Jika tes yang dibentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang. Sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai, bahkan juga hasil penilaian sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu, kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam pelaksanaanya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.

1.Pemberian skor untuk soal-soal multiple choice atau tes bentuk pilihan ganda.

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal dua macam cara yaitu, tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan hukuman atau dapat juga disebut sistem denda. Adapun rumus yang biasa dipakai adalah:

S=∑▒R-(∑▒W)/(n-1)
Ket:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab salah
∑W = jumlah soal yang dijawab salah
n = jumlah option (alternatif jawaban tiap soal)
1 = bilangan tetap

2. Pemberian skor untuk tes bentuk betul salah (true-false)

Dalam menentukan angka skor untuk tes benar-salah (B-S) ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu tanpa hukuman dan dengan hukuman atau denda. Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan) digunakan rumus:

S=∑▒R-∑▒W
Keterangan:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab benar
∑W = jumlah soal yang dijawab salah

3. Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat

Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendakijawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkindan mengandung suatu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes inilah digolongkan kedalam bentuk tes objektif. Tes bentuk isian dianggap setaraf dengan tes jawab singkat ini.

Cara memberikan skor adalah sebaiknya soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga disamakan dengan angka pada bentuk benar-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkan ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya: lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya: 2; 1,5 dan 1.

4. Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan

Pada dasarnya bentuk tes menjodohkan adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalh bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain. Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternatif jawaban.
Tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak yaitu angka tiap nomoradalah 2.

5.Pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)

Pada tes bennntuk uraian, jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam dari setiap siswa. Olehnya itu harus ada langkah-langkah yang dilakukan pada saat member angka antara lain:
a. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
b. Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai kepada jawaban yang paling minim jika jawabannya meleset sama sekali.
c. Memberikan angka bagi soal pertama
d. Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
e. Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.
f. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.

6. Pemberian skor untuk tugas

Tolak ukur yang digunakan dalam pemberian skor tugas adalah:
1. Ketepatan waktu penyerahan tugas
2. Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas.
3. Sistematika yang menunjukkan alur pikiran
4.Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5. Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.

B. Prinsip-Prinsip Penilaian

Beberapa prinsip-prinsip penilaian antara lain:
1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif. Ini berarti bahwa penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun jenisnya.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan kedudukan personal siswa yang memperoleh angka-angka tersebut dalam skala tertentu misalnya skala tentang baik- buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dengan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norms-referenced evaluation yaitu penilaian yang diorientasikan kepada suatu kelompok tertentu, jadi hasil evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Dan penilaian criterion-referenced evaluasion ialah penilaian yang diorientasikan kepada suatu standar absolut tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu.
4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, disamping untuk mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai umpan balik (feedcback) baik kepada siswa sendiri maupun guru atau pengajar. Dari hasil tes pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya atau memberi reinforcemence bagi prestasinya yang baik.
5. Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau jika dilihat dari segi lain, penilaian harus dilakukan secara adil. Karena penilaian yang tidak adil akan meenimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa.
6. System penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. Sumber ketidak beresan dalam penilaian terutama adalah tidak jelsnya system penilaian itu sendiri bagi para guru atau pengajar : apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apapun skala yang dipakai dalam penilaian, apakah skala 0-4 atau A,B,C,D,E dan F hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.

C. Acuan Penilaian


Di dalam setiap kegiatan belajar mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan menggunakan skala 0 sampai 100, dan adapula yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Diperguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A,B,C,D dan E atau TL.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhirseorang siswa dapat dilakukan dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum diapakai dalam penilaian itu yaitu:

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu pada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

Kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidak tidaknya untuk beberapa tahun atau jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.

2. Penilaian Acuan Normal (PAN)

Secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan normal (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Jadi pengertian kelompok yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu kelas, sekolah, rayon, dan propinsi atau wilayah.

a.Perbedaan pokok antara kedua jenis acuan penilaian tersebut:


1. Kriteria atau patokan yang digunakan PAP bersifat mutlak sedangkan PAN menggunakan kriteria yang bersifat relatif dalam arti tidak tetap atau selalu berubah-ubah, disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan pada waktu itu.
2. Nilai dari hasil PAP dijadikan indikator untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan nilai dari hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang mateeri pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompoknya.

D. Prosedur Pemberian Nilai

Untuk dapat melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, perlu kita kaji beberapa prosedur penilaian dari yang sangat sederhana dan mengandung banyak kelemahan sampai kepada yang lebih rumit antara lain:
1. Prosedur penilaian yang paling sederhana, atau ungkin juga dapat dikatakan paling tuadan paling banyak dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita ialah prosedur yang tidak membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian. Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan daripada kebaikan. Dalam pelaksanaannya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang lebih lazim lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan ‘biji’, langsung dianggap sebagai nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk menentukan vonis kepada siswa atau mahasiswa yang memperoleh ‘biji’ tersebut.

2. Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian, dengan berbagai variasi mulai dari yang relatif sederhana sampai dengan yang lebih rumit. Yang pertama adalah prosedur penilaian dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk-bentuk tabel-tabel distribusi. Dalam hal ini peran guru atau penilai dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas persyaratan penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu. Hal ini yang perlu diperhatikan, dengan penggunaan prosedur distribusi peringkat ini guru atau penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu penilaian norm-oriented dalam bentuk kompetisi intra kelompok dan penilaian criterion-orientid, yaitu dari segi penguasaan minimal yang diharapkan sesuai dengan kapasitas (prestasi aktual) kelompok atau kelas masing-masing.

3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena dianggap lebih sederhana dan praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya dikaitkandengan skala penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan persentase yang dimaksud menjaadi nilai. Misalya 50% benar sama dengan nilai 5 (dalam skala penilaian 0-10) atau 50 (dalam skala penilaian 0-100); 78% benar sam dengan nilai 8 (dalam skala penilaian 0-10) atau 78 (dalam skala penilaian 0-100). Prosedur ini didasarkan atas anggapan bahwa proses pengukuran yang dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung persentase itu telah mempergunakan alat-alat yang memadai dan dianggap baik. Oleh karena itu, keandalan hasil penilaian dengan persentase ini sangat bergantung pada apakah “meteran” yang dipakai sebagai dasar perhitungan persentase itu benar (baca:baik) atau tidak.

4. Prosedur yang menggunakan tekhnik statistic yang lebih kompleks, yaitu yang dinamakan prosedur perstandarisasian dan penormalisasia. Dikatakan perstandarisasian karena dalam mentranspormasikan skor-skor hasil pengukuran suatu kelompok siswa menggunakan rentangan yang disebut deviasi standar, yaitu penyimpangan rata-rata yang dihitung dari nilai titik tengah kelompok yang disebut mean atau rata-rata hitung. Proses penstandardisasian ini kemudian diteruskan dengan penormalisasian, yaitu distribusi skor-skor itu dikonfrontasikandengan distribusi kurva normal.

Prosedur penilaian yang menggunakan teknik statistik sperti diuraikan diatas hanya cocok dan baik digunakan jika:
a. Pencaran skor-skor aktual yang diperoleh mendekati pencaran kurva normal.
b. Jumlah kasus atau siswa yang dites cukup besar: minimal 50 atau lebih baik lagi jika 100 ke atas.

Teknik Asesmen - Penilaian Unjuk Kerja

Alim Sumarno, M.Pd

Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik dapat dilakukan beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil relajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ada tujuh teknik yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian Unjuk Kerja

  • Pengertian
    Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium, praktek sholat, praktek olahraga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi dll. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
    1. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
    2. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
    3. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
    4. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
    5. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.
  • Teknik Penilaian Unjuk Kerja
    Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan lompat jauh peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi yang beragam, seperti: teknik mengambil awalan, teknik tumpuan, sikap/posisi tubuh saat di udara, teknik mendarat. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan lebih utuh. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen berikut:
    1. Daftar Cek (Check-list)
      Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya-tidak). Penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar.
    2. Skala Penilaian (Rating Scale)
      Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 = sangat kompeten.

    Sumber: http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/teknik-asesmen-penilaian- unjuk-kerja





1 komentar:

Om Choer mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar